A.
Ilmu komunikasi.
Komunikasi
adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu dengan symbol verbal dan nonverbal yang
dikirim, diterima dan diartikan (Corrando, 2004: 3)
Komunikasi
dalam keluarga secara jelas merupakan proses yang dinamis. Penyampaian pesan
yang akurat dan pemahaman atas pesan yang dikirim olek komunikator ke komunikan
tidak hanya fital dalam pemaknaandan implementasi tujuan akan tetapi juga
merupakan sebagai sarana alat penting agar supaya pesan yang dikirim oleh
komunikator difahami sehingga akan segera dilaksanakan oleh komunikan. Menurut
(Purwanto, 2003: 10) ), unsur-unsur yang terdapat dalam proses komunikasi
diantaranya adalah seperti yang digambarkan:





|
|
|
|
|
|
Model komunikasi menerut Shannon dan Weave.
1)
Sumber. Sumber sering disebut pengirim
pesan (komunikator)
2)
Pesan. Pesan yang dimaksud dalam proses
komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirin pesan kepada penerima
pesan.
3)
|
4)
Penerima. Pihak yang menjadi sasaran
pesan yang dikirim oleh komunikator.
5)
Pengaruh. Perbedaan antara apa yang
dipikirkan, dirasakan dan dilakukan olh penerima pesan sebelum dan sesudah
menerima pesan.
6)
Umpan balik. Salah satu bentuk dari
pengaruh yang berasal dari penerima pesan.
B.
Pola komunikasi dalam keluarga
Pola
komunikasi merupakan deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk
terjadinya komunikasi dan analogi yang mengabtraksikan dan memilih bagian dari
keseluruhan unsur, sifat, atau komponen guna membantu merumuskan atau
menjelaskan suatu teori dan menyarankan hubungan (Mulyana, 2000: 121).
Komunikasi
antar anggota keluarga adalah proses pengalihan informasi dari satu orang atau
sekelompok orang dengan mengunakan simbul–simbul tertentu atas dua orang
sehingga keduanya tatap muka secara langsung, lebih intensif, dan lebih
memuaskan. Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang
baik serta bagai mana orang lain mampu memahami pesan yang dikirim oleh
komunikator mampu dipahami oleh komunikan sesuai dengan apa yang dimaksudkan
oleh komunikator. Setiap kali kita melakukan komunikasi, kita tidak sekedar
menyampaikan isi pesan, tetapi kita juga menentukan kadar hubungan
antarpersonal, bukan saja menentukan content tetapi juga relationship (Mulyana, 2000: 69).
Pola
komunikasi di anggota keluarga adalah setiap anggota keluarga yang
mengembangkan potensinya melalui komunikasi dengan cara setiap anggota keluarga
bersifat aktif, reaktif, dan kreatif di menafsirkan serta pengambilan perannya
masing-masing anggota keluarga. Di komunikasi antar anggota keluarga setidaknya
ada tiga karakteristik: 1. Keduanya mempunyai hubungan yang lebih dekat, yang
tidak mengalami kendala jara. 2. Keduanya aktif mengirim dan menerima pesan,
yang langsung dapat melakukan koreksi jika terjadi kesalahpahaman. 3. Pesan
tidak saja bersifat verbal tetapi juga nonverbal, sehingga melengkapi dan
mempermudah pemahaman pesan yang dikirim (Purwasito, 2003: 165 ).
Dari
beberapa pengertian pola komunikasi diatas maka dapat disimpulkan polas
komunikasi didalam keluarga adalah proses pengalihan informasi dari orang tua
kepada anak dilakukan secara langsung dengan ditandai oleh hubungan
antarpersonal yang lebih baik agar pesan yang dikirimg oleh komunikator (orang
tua) dapat difahami dan dimengerti oleh anaknya (kominikan).
Pola
komunikasi antara anggota keluarga, terutama antara orang tua denga anak, maka
agar lebih efektif dengan menggunakan
pola komunikasi dyadic, ini disebabkan komunikator dapat
langsung memusatkan perhatian kepada seorang komunikan, sehingga menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya
dan umpan balik bisa langsung terjadi di antara komunikator dan komunikan.
Pola
komunikasi.
Secara umum pola komunikasi dapat
dibedakan kedalam saluran komunikasi formal dan non formal (Porwanto, 2003:
79).
1.
Saluran komunikasi formal.
Saluran
komunikasi formal merupakan proses penyampaian pesan dari pimpinan kepada
bawahan atau dari manejer ke karyawan. Pola komunikasiny dapat berbentuk
komunikasi dari atas kebawah, komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi
horizontal dan komunikasi diagonal.
a.
Komunikasi dari atas kebawah.
Aliran
komunikasi dari atas kebawah umunya terkait dengan tanggung jawab dalam
kewenangannya dalam organisasi. Orang tua yang mengunakan jalur komunikasi dari
atas kebawah memiliki tujuan untuk mengarahkan, mengkoordinasi, memotivasi,
memimpin dan mengendalikan kegiatan yang ada dibawahnya.
b.
Komunikasi dari bawah keatas.
Komunikasi
dari bawah ke atas berarti alur informasi berasal bawah menuju keatas. Untuk
mencapai keberhasilan komunikasi dari bawah ke atas, orang tua harus
benar-benar mempunyai kepercayaan kepada anak-anaknya. Tujuan komunikasi ke
atas adalah untuk mengajukan saran dan
mengajukan pertanyaan.
c.
Komunikasi horizontal.
Komunikasi
horizontal merupakan komunikasi yang terjadi antara bagian-bagian yang memiliki
posisi sejajar/sederajat dalam suatu organisasi.
2.
Saluran komunikasi Nonformal.
Saluran
komunikasi yang tidak memperhatikan jenjang hierarki, pangkat,
kedudukan/jabatan.
Supaya
proses komunikasi antara orang tua di satu sisi dan anak disisi yang lain, maka
untuk menjadi komunikator yang efektif,
orang tua seharusnya memiliki kredibilitas yang tinggi. Kredibilitas
menurut Aristoteles bisa diperoleh jika seorang komunikator memiliki: ethos adalah kekutan yang dimiliki
pembicara dari karakter pribadinya, sehingga ucapan –ucapanya dapat dipercaya. Pathos adalah kekuatan yang dimiliki
seorang pembicara di mengendalikan emosi pendengarnya, logos adalah kekuatan yang dimiliki komunikator melalui
argumentasinya. Selain itu orang tua juga harus memiliki ketrampilan
berkomunikasi, mempunyai pengetahuan yang luas, sikap dan memeiliki daya tarik
di arti ia memeliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap pada komunikan
(Widjaja, 1993: 12)
Selain kredibilitas seorang komunikator,
di berkomunikasi juga di liha dari segi
:
1. Pada
tingkat kultural, kultur merupakan susunan kerangka kerja
komunikasi kata-kata, tindakan,gerak dan
isyarat, nada suara, kesemuanya itu
merupakan sistem-sistem komumikasi yang lengkap dengan makna-makna yang hanya
dapat dibaca secara tepat apabila seseorang akrab dengan perilaku di konteks
sejarah dan kultural yang hampir sama. Homogenisus apabila orang-orang di suatu
kultur berperilaku kurang lebih sama dan menilai sesuatu juga sama.
Heterogenisus perbedaan-perbedaan di pola perilaku dan nilai-nilai dianutnya,
jadi apabila komunikator memprediksi terhadap reaksi penerima atahu resever sebagai akibat penerimaan pesan
dengan menggunakan dasar kultural.
2. Tingkat sosiologis apabila prediksi
komunikator tentang reaksi penerima atahu resever
terhadap pesan-pesan yang ia sampaikan didasarkan kepada keanggotaan penerima
di di kelompok sosial tertentu. Keanggotaan kelompok merupakan golongan
orang-orang yang memiliki karakteristik tertentu yang sama, apakah atas
kemauannya sendiri atahu karan beberapa kriteria yang dikenakan oleh yang
melakukan prediksi. Kelompok-kelompok yang menggunakan norma-norma dan
nilai-nilai tertentu yang dapat digolongkan berdasarkan kepada himogenitas dan
heterogenitas yang relatif dari anggota.
3. Tingkat psikologis apabila prediksi
mengenai reaksi pihak lain atahu penerima terhadap perilaku komunikasi kita
didasarkan pada analisis pengalaman-pengalaman belajar individu yang unik maka
prediksi itu didasarkan pada analisis tingkat psikologis. Penegasan ini berarti
bahwa mereka telah mendapatkan di karakteristik yang unik mengenai kepribadian
satu sama lain. Pertukaran informasi dengan akar psikologi sering kali diatur
dengan bentuk peraturan yang aneh dimana peraturan-peraturan itu hanya di
ketahui oleh para partisipan dan bahkan sulit di jelaskan pada orang-orang yang
di luar (Widjaja, 1993: 5).
C.
Film Sebagai Refleksi Sosial Budaya Masyarakat.
Film adalah salah satu media massa yang
berfungsi untuk menyampailam pesan dari komunikator (produser) kepada komunikan
(penonton). Dalam menyampikan pesan, film tidak bisa berdiri sendiri sebagai
media yang benar-benar netral. Film mempunyai kekuatan untuk mengkontruksikan
pesan lewat audio visual. Realitas atau fakta yang berada dalam film
seolah–olah muncul sebagai representasi peristiwa yang objektif, jujur, adil,
dan transparan. Penonton hanya menjadi mayoritas yang diam ketika menonton
film.
Film tidak lagi dimaknai sekedar sebagai
karya seni akan tetapi lebih sebagai “ praktik sosial ” serta “ komunikasi
massa “ (Irianto, 1999: 11). Dalam pesrpektif praktik sosial, film tidak
dimaknai sebagai seni pembuatan, tetapi melibatkan interaksi yang komplek dan
dinamis dari elemen-elemen pendukung produksi, distribusi, maupun eksibisinya.
Bahkan lebih luas lagi, perpektif ini mengangsumsikan antara film dengan
idiologi kebudayaan dimana film itu diproduksi dan dikonsumsi.
Film sebagai komunikasi massa, film
dimaknai sebagai pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi guna memahami
hakikat, fungsi dan efeknya. Perspektiktif ini memerlukan pendekatan yang
terfokus dalam film sebagai proses komunikasi. Dengan meletakkan film dalam
kontek sosilal, politik, dan budaya dimana film itu dibuat dan sekaligus
memahami prefensi penonton yang pada gilirannya menciptakan citra penonton itu.
Film adalah bentuk komunikasi massa visual yang dominan karena
dianggap mampu menjangkau banyak segmen sosial, serta memiliki potensi untuk
mempengaruhi khalayak. Ini dikarenakan
isi dari pesan yang dibawa oleh film dapat mempengaruhi dan membentuk
masyarakat berdasarkan cerita yang dibawa dibalik film dan tidak berlaku
sebaliknya. Sedang isi dari film adalah merekam realitas yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat dan kemudian memproyeksikannya kembalike arah layar
lebar. Sementara Turner di Irawanto (1999: 14), film adalah potret dan refleksi
dari realitas masyarakat di mana film itu dibuat dan menghadirkan kembali di
membentuk realitas masyarakat berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan
ediologi dari kebudayaan ke layar lebar.
Film dibangi menjadi 3 kategori utama film, yaitu:
a.
Film cerita
Film cerita adalah karya fiksi yang
strukturnya selalu berupa narasi,yang dibuat di 3 tahap. Pertama adalah tahap pra produksi yang merupakan periode ketika
skenario diperoleh. Skenario bisa diperoleh dari adaptasi novel, cerpen dan
lainnya atahu ditulis khusus untuk film tersebut. Kedua adalah tahap produksi yang menjadi masa berlangsungnya
pembuatan film berdasar skenario. Ketiga
adalah tahap pasca produksi yakni ketika semua bagian film disusun sesuai cerita
menjadi suatu kisah yang menyatu.
b.
Film Dokumenter
film
nonfiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap individu
menggambarkan perasaan dan pengalanan di situasi yang apa adanya, tanpa
persiapan, langsung dengan kamera.
c.
Film Animasi
Merupakan film yang dibuat menggunakan
teknik untuk menciptakan ilusi gerakan dari serangkaian gambaran benda 2 atahu
3 dimensi. Film animasi seperti Ipin Upin, Naruto, Samurai-X maupun One Piece sangat digemari oleh semua
kalangan (Ardiyanto, 2009: 149).
Dalam
penelitian ini yang diteliti adalah film
I Not Stupid Too yang termasuk di film cerita, karena di film ini berupa karya
fiksi yang strukturnya selalu berupa narasi yang dapat diperoleh dari adaptasi
novel, cerpen dan lainnya atahu ditulis khusus untuk film tersebut.
Terkai dengan film yang akan diteliti,
representasi merupakan konvensi-kovensi yang dirancang untuk menarik perhatian
dan sekaligus dapat difahami dengan mudah oleh penonton film. Konvensi dalam
bahasa representasi film tercermin pada kode-kode senematografis dan narasi
yang digunakan.
Konsep awal dalam representasi dari
sebuah film adalah ingin menggambarkan kembali suatu hal yang ada pada alur
cerita film. Representasi sendiri adalah suatu proses perubahan konsep-konsep idiologi
yang abstrak kedalan bentuk yang kongkrit melalui system penandaan yang
terdapat dalam film yang berupa: dialog, tulisan, fotografi, film, dan
sebagainya (Zaaman, 1993: 83).
Menurut Fiske dalam television culture
ada tiga proses dalam dalam menampilkan representasi suatu obyek dalam media:
1)
Bagai mana realitas digambarkan. Dalam
bahasa gambar, sering kali aspek ini
dihubungkan dengan pakaian, lingkungan, ucapan dan ekspresi actor film.
2)
Bagaiman realitas digambarkan.Dalam
bahasa gambar, alat tersebut berupa kamera, pencahayaan, editing atau musik.
3)
Bagai mana peristiwa tersebut
diorganisir dalam konvensi yang diterima masyarakat.
D. Pembentukan
Makna melalui Semiotik Julia Kristeva
Van Zoest di Sobur (2006: 79), Kristeva
sebagai pencetus munculnya semiotik ekspansif, di semiotik ini pengertian tanda kehilangan
tempat sentralnya diganti oleh pengertian produksi
aksi yaitu tanda terlalu statis terlalu nonhistoris dan terlalu reduksionistis.
Di mana ia membedakan semiotik dan simbolik pada tataran yang sepenuhnya
bersifat tektual dan masing-masing berkorespodensi sebagai “genotek” dan “fenotek”
Genotek
adalah bukan linguistik, ia hanya suatu proses, teks yang mempunyai kemungkinan
tak terbatas, yang menjadi substuktur
bagi tek-tek aktual, juga dapat dianggap sebagai suatu sarana yang membuat
seluruh evaluasi historis bahasa dan aneka praktik penandaan, sebelum tertimbun
dan tenggelam di di fenotek.
Fenotek
adalah tataran tempat kita biasa membaca saat kita mencari makna kata, tek
aktual yang bersumber dari genotek. Fenotek meliputi seluruh fenomena dan
ciri-ciri yang dimiliki oleh struktur bahasa,
pengarang dan gaya interprestasi.
Meskin demikian baik fenotek dan genotek tidak bisa berdiri
sendiri-sendiri, mereka selalu ada bersamaan di proses yang disebut sebagai
proses penandaan (Sobur, 2006: 81).
Kristeva membedakan antara dua praktik
pembentukan makna di wacana yaitu :
a.
Signifikasi yaitu makna
yang dilembagakan dan dikontrol secara sosial (tanda disini berfungsi sebagai
refrensi dari konvensi dan kode-kode sosial yang ada dan berhubungan dengan
ritme, nada, dan dimensi gerak dari pratik-pratik penandaan, tanpa simbolik
signifikasi hanya tinggal iguan belaka).
b.
Significance
yaitu proses penciptaan yang tanpa batas dan takterbatas, pelepasan
rangsangan-rangangan di diri manusia melalui ungkapan bahasa. Ia merupakan
sebuah perjalanan menuju batas-batas terjauh dari subjek, batas terjauh dari
konvesi moral, tabu dan kesepakatan sosial di suatu masyarakat.
Semanalisis
adalah pendekatan terhadap bahasa sebagai suatu proses penandaan yang heterogen
dan terletak pada sobjek-subjek yang berbicara (bila dalan film untuk memaknai
tek dengan pendekatan cenematografi yang meliputi teknik pengambilam gambar,
pencahayaan, musik, arti warna dari pakean yang dipakai oleh aktor) dan mengkaji strategi-strategi
bahasa yang khas serta terhadap bahasa sebagai wacana yang spesifik bukan
sebagai system (language) yang
berlaku umum, karena sistem ini mendekati dan memahami makna secara
konstektual, karena pengkajian tek beserta dengan konteksnya masing-masing
adalah sama pentingnya (Sobur, 2006: 86).
Berdasarkan pengertian
diatas di pemaknaan tanda (tek) di film berdasarkan teori semiotik Julia
mengunakan tiga komponen yaitu Signifikasi
diambil langsung dari potongan film yang menjadi objek penelitian, Significance pemaknaan tanda dari
potongan film, sedang Semanalisis
adalah pemaknaan tanda dilihat dari aspek cinematografi.
E.
Akhlak dalam Keluarga
Akhlak adalah sifa–sifat yang dibawa
oleh manusia sejak lahir yang tertanam dirinya dan selalu ada pada dirinya.
Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan–perbuatan baik, disebut akhlak yang
mulia, atahu perbuatan buruk, disebut akhlak yang buruk (Asmara, 1994: 1). Seorang
anak mempunyai kelakuan yang baik atahu
buruk itu tergantung pada orang tua yang memberikan pendidikan pada anak, jika
pembinaan dan didikan benar yaitu menuju kebaikan maka lahirlah perbuatan baik
dan jika pendidikannya salah maka lahirlah perbuatan yang salah. Meskipun teman
pergaulan dan lingkungan juga sangan mempunyai andil di pembentukan sikap
anak, namun lingkungan keluargalah yang
paling besar berperan di menanamkan akhlak pada anak.
Di bahasa Indonesia secara umum, akhlak
diartikan dengan tingkah laku atahu budi pekerti. Kata akhlak itu berasal dari
bahasa arab yang berarti bentuk kejadian, di hal ini tentu bentuk batin (psikis) seseorang. Pengertian akhlak
sejara etimologi berasal dari bahasa arab akhlak yang berarti budi pekerti sinonimnya etika
dan moral. Etika berasal dari bahasa latin etos
yang berarti kebiasaan sedang moral berasal dari bahasa latin juga mores yang berarti kebiasaan (Daradjat.1996: 26 ).
Di kamus ilmiah, akhlak diartikan budi
pekerti, tingkah laku, atahu perangai seseorang (Purwasito. 1994: 14). Ismail
mengatakan bahwa di pengertian sehari–hari perkataan akhlak umumnya disamakan
dengan sopan santun atahu kesusilaan (Thaib, 1984: 4). Adapun pengertian Akhlak
secara terminologi (istilah), menurut Imam Ghazali,
“ Akhlak itu adalah suatu istilah tentang bentuk batin yang tertanam di
jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkah laku) bukan karena suatu pemikiran dan bukan pula karena
suatu pertimbangan. Akhlak adalah sifat yang melekat di jiwa seseorang yang
menjadikan ia dengan mudah bertindak tanpa banyak pertimbangan lagi. Sebagian
ulama mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang terpendam di jiwa seseorang
dan sifat itu akan timbul waktu ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan
mudah)”(Bakry. 1992).
Sifat yang tertanam di jiwa yang
dengannya lahirlah macam– macam perbuata baik atahu buruk tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan. Akhlak ialah kebiasaan kehendak. Berarti kehendak
itu apabila membiasakan sesuatu maka disebut akhlak (Anis, 1997: 62).
Akhlak merupakan kekuatan jiwa yang
mendorong perbuatan manusia, baik itu perbuatan baik maupun perbuatan buruk.
Akhlak tidak selalu identik dengan pengetahuan, ucapan atahupun perbuatan.
Al–Qur’an selalu mendasarkan, bahwa akhlak baik atahu buruk ahirnya akan
memantul kembali pada diri seseorang (Sukamto, 1994: 80).
Akhlak Mazmumah (tercela) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan oleh
agama (Allah dan RasulNya). Orang yang buruk akhlaknya menjadi orang lain benci
kepadanya. Orang yang akhlaknya buruk tidak akan mencapai kebahagiaan. Berbicara jorok/kasar, bohong, sombong, malas,
durhaka, khianat, iri, dengki, membangkang, munafik, hasud, kikir, serakah,
pesimis, putus asa, marah’, putus asa, takabbur, hasad, dendam, giibah, fitnah, perbuatan dosa besar ( berjudi, mencuri/merampok,zina) (Khalid, 2008: 37).
F.
Representasi
Representasi adalah menggunakan bahasa
untuk menggungkapkan suatu hal yang
memiliki arti. Representasi juga merupakan bagian yang penting dalam proses di
mana sebuah arti dibentuk dan dibenturkan dengan budaya. Hal ini meliputi
penggunaaan bahasa, tanda–tanda, dan gambar yang mewakili untuk
merepresentasikan suatu hal (Hall, 2002: 15).
Terdapat 3 pendekatan dalam
representasi:
a.
Reflective
Makna adalah pemikiran yang diletakkan pada obyek, orang
ataupun even di dunia nyata dan fungsi bahasa seperti cermin untuk
merefleksikan makna sesungguhnya yang telah ada.
b.
Intentional
Bergantung
pada pembicara atau pengarang yang menciptakan makna yang unik di dunia melalui
bahasa.
c.
Constructionis
”Things don’t mean: we
construct meaning, using representational system-concept and sign.”Sesuatu
yang tidak berarti kami membangun maksud, mengunakan representasi sistem konsep
dan tanda (Hall, 2003: p.25).
Dalam penelitian ini mengunakan pendekatan representasi dengan
pendekatan Reflective yaitu makna adalah
pemikiran yang diletakkan pada obyek, orang ataupun even di dunia nyata dan
fungsi bahasa seperti cermin untuk merefleksikan makna sesungguhnya yang telah
ada.
Konsep merupakan
representasi yang memperbolehkan kita untuk berpikir. Tetapi kita belum selesai
dengan sirkulasi representasi ini, karena manusia harus berbagi peta konseptual
yang memiliki kesamaan, sehingga dapat memahami dunia melalui sistem
klasifikasi yang sama di kepala kita.
Representasi dapat hadir dalam sebuah
percakapan, tulisan, dan didalam sebuah media adio–visual. Representasi tidak
hanya mengacu pada bagaiman cara identitas tersebut direpresentasikan dalam
bentuk teks. Inti kajian representasi memokuskan kepada isu–isu yang dibentuk
sehingga menjadi sesuatu yang kelihatan alami. Maka representasi itu dikatakan
berhasil bila apa yang ditampilkan dimedia massa dipercayai oleh masyarakat
sebagai sebuah normalisasi alami yang tidak perlu di pertanyakan kembali karena
sudah dianggap sebuah kewajaran.
Bahasa merupakan medium perantara dalam
memaknai sesuatu hal di dunia, memproduksi serta mengubah makna. Dalam tataran
ini bahasa beroperasi sebagai sistem representasi. Melalui bahasa yang berupa
simbol, tanda tertulis, lisan atau gambar. Manusia mengungkapkan pikiran, ide
dan konsep tentang suatu hal. Makna sangat tergantung dari cara dalam merepresentasikannya.
Representasi dapat dipahami sebagai sebuah gambaran yang tajam dan akurat.
Stuart Hall berargumentasi bahwa representasi harus dipahami sebagia peran
aktif dan kreatif dalam memaknai dunia.
Representasikan
menunjukkan pada bagaimana seseorang, kelompok, gagasan, atau pendapat
ditampilkan dalam pemberitaan, Representasi ini penting dalam:
a)
Apakah seseorang, kelompok, seseorang,
gagasan tersebut ditampilkan sebagai mana mestinya, mengacu apakah seseorang
atau kelompok itu diberitakan apaadanya, atau diburukkan, penggambaran yang
buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu.
b)
Bagaimana representasi tersebut
ditampilkan, dengan kata, kalimat, aksentuasi, dan bantuan foto macam apa
seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan dalam pemberitaan kepada
khalayak.
Persoalan
utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek tersebut
ditampilkan. Menurut John Fiske dalam Eriyanto, saat menampilkan objek, peristiwa,
gagasan, kelompok, paling tidak ada tiga proses:
a)
Peristiwa yang ditandakan sebagai
realitas, bagaimana peristiwa itu di kontroksikan sebagai realitas oleh media.
Dalam bahasa gambar, ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakian,
lingkungan, ucapan dan ekspresi.
b)
Ketika kita memandang sesuatu sebagai
realitas dan bagaimana realitas itu digambarkan, disini kita menggunakan
perangkat secara teknik. Dalam bahasa gambar alat itu berupa kamera,
pencahayaan, editing, atau musik.
c)
Bagaimana peristiwa itu diorganiserkan
kedalam konveksi– konveksi yang diterima secara idiologis. Bagaimana kode–kode
representasi dihubungkan dan diorganisasikan kedalam koherensi sosial seperti
kelas sosial atau kepercayaan dominan yang ada di dalam masyarakat (Eriyanto, 2001:120).
G. Cinematografi.
Sinematografi adalah berasal dari bahasa Inggris Cinematography yang berasal dari bahasa Latin kinema 'gambar'. Sinematografi
sebagai ilmu merupakan bidang ilmu yang
membahas tentang teknik pengambilan gambar dan menggabung-gabungkan gambar
tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide (dapat
mengemban cerita) (belajarnge.blogspot.com)
Mengkaji film dengan
menggunakan metode semiotik juga perlu memperhatikan aspek sinematografi yang
meliputi berbagai hal, seperti teknik pengambilan gambar, lighting, angle
camera, musik, dan yang lainnya. Teknik pengambilan gambar mampu
memunculkan kode-kode tertentu yang dapat memberikan sebuah makna tertentu
pula. Berikut adalah penjelasan yang dirangkum di sebuah bagan:
Pengambilan
Gambar
|
Makna
|
Extreme Long shot
|
Kesan luas
|
Full Shot
|
Hubungan social
|
Big Close Up
|
Emosi, dramatik, momen
penting, sangat detail
|
Close Up
|
Intim atahu obyek dekat
|
Medium Shot
|
Hubungan personal dengan
subyek, menunjukkan ekspresi
|
Long Shot
|
Konteks perbedaan dengan
public
|
Sudut Pengambilan Gambar (angle)
|
|
Low
|
Percaya diri, kuat,
dominan
|
Eye Level
|
Kesejajaran, kesamaan dan
sederajat
|
High
|
Terintimidasi, lemah dan
lebih kecil
|
Tipe Lensa
|
|
Wide Angle
|
Dramatis
|
Normal
|
Normalitas dan keseharian
|
Telepoto
|
Tidak personal
|
Fokus
|
|
Selective Fokus
|
Meminta perhatian (tertuju
pada satu obyek)
|
Soft Fokus
|
Romantis serta nostalgia
|
Deep Fokus
|
Semua unsur adalah penting
|
Pencahayaan
(lighting)
|
|
High Key
|
Riang, formal dan cerah
|
Low Key
|
Suram, intim, misteri dan
muram
|
Gambar
1
Sumber : Pratista, 2008
Pengambilan
gambar dengan teknik Extreme Long Shot merupakan jarak yang paling jauh
dari obyek yang dibidik. Teknik ini pada umumnya untuk menggambarkan sebuah
obyek yang sangat jauh dan panorama yang luas (Pratista, 2008: 105). Long
Shot merupakan pengambilan gambar obyek atahu tubuh manusia tampak jelas namun
latar belakang masih dominan. Teknik Close Up mampu memperlihatkan obyek
atahu ekspresi wajah dengan jelas dan detail. Biasanya digunakan untuk adegan
dialog yang intim. Teknik ini berfungsi untuk memfokuskan sebuah aksi yang
sedang dilakukan. Sedangkan teknik Big Close Up menangkap lebih detail
bagian wajah, mata, hidung atahu bagian obyek lainnya. Medium Shot
memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas, gerak tubuh dan ekspresi
wajah tampak.
Lensa
kamera mampu memberikan efek kedian, dimensi obyek, ruang serta ukuran. Jenis lensa menentukan efek perspektif
berbeda karena memiliki panjang titik api (focus length) yang beda pula.
Jenis Wide Angle membuat obyek terlihat lebih jauh dari jarak
sebenarnya. Ruangan tampak lebih luas dari ukuran nyata. Benda juga bisa
terlihat lebih tinggi. Normal (Normal Focus Length) menghilangkan efek
distorsi perspektif sehingga efek yang dihasilkan terlihat normal dan sesuai
kenyataan. Lensa Telephoto mampu mendekatkan jarak sehingga obyek pada
latar depan dan obyek pada posisi latar belakang akan tampak berdekatan. Efek
yang dihasilkan berupa efek “dekat tetapi jauh” seperti halnya teleskop atahu
teropong.
Sudut
pengambilan gambar merupakan sudut pandang kamera terhadap obyek di di frame. High Angle
adalah teknik yang menempatkan kamera di atas obyek sehingga mengarah tegak
lurus terhadap obyek di bawahnya. Kamera ini membuat sebuah obyek seolah tampak
lebih kecil, lemah dan terintimasi. Eye Level Angle menempatkan obyek
sejajar dengan pandangan mata manusia. Kesan yang ditimbulkan natural dan
sesuai kenyataan. Sedang teknik Low Angle menempatkan kamera lebih
rendah dari obyek sehingga mengesankan obyek lebih besar. Efek yang
ditimbulkannya menjadikan obyek menjadi dominan, dan kuat.
Aspek
pencahayaan (lighting) merupakan faktor penting untuk mewujudkan sebuah
film. Semua gambar di film adalah hasil manipulasi cahaya. Pengaturan
pencahayaan menentukan suasana serta mood sebuah film. Teknik High Key Lighting merupakan tata
cahaya yang menciptakan batas tipis antara area gelap dan terang. Jenis teknik
ini biasanya digunakan untuk adegan yang bersifat formal. Efek bayangan obyek
sangat diminimalisir. Low Key Lighting merupakan teknik tata cahaya yang
membedakan secara jelas batasan antara area gelap dengan terang. Teknik ini
biasa digunakan untuk adegan misteri, mencekam suram dan intim.
Musik
merupakan salah satu elemen yang penting di memperkuat mood, nuansa serta suasana sebuah film. Musik dapat menjadi jiwa
(ruh) sebuah film. Musik di film dapat di bagi menjadi dua:1. Ilustrasi musik
adalah musik latar yang mengiringi aksi selam cerita berjalan. Musik latar
tersebut sering berupa musik tema, musik tema membentuk dan memperkuat mood, cerita, serta tema utama filmnya.
Tempo musik juga dapat mempengaruhi mood. Tempo cepat sering digunakanuntuk
adegan aksi fiksi yang berkarakter cepat. Semantara tempo lambat sering
digunakan untuk adegan yang berkarakter romantic dan dramatis. 2. Lagu sebuah
film juga sering kali memeliki lagu tema beserta liriknya juga sering kali digunakan
untuk mendukung mood adegannya,
seperti sedih, bahagia, mencakamdan sebagainya.
Selain
musik di film juga didukung dengan efek suara, salah satu fungsi utama efek
suara adalah sebagai pengisi suara latar, agar penonton film sebisa mungkin
mendengar apa yang seharusnya mereka dengar di sebuah lokasi cerita, sehingga
terdengar nyata layaknya seperti pada lokasi sesungguhnya (Pratista, 2008:
156).
H.
Atri Warna dalam Film
Setiap
warna mempunyai arti warna yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Di
berbagai hal, warna bisa memberikan kesan tersendiri. Seseorang yang mengenakan
baju warna hijau pupus bisa menyiratkan kesan ketenangan, kesejukan dan
kedamaian. Leatrice Eisman seorang
konsultan warna dan penulis buku More Alive With Colour, memberikan
penjelasan mengenai warna dan artinya (www.kompas.com ).
1. Merah terang.
Warna ini
melambangkan kekuatan, kemauan dan cita-cita. Bersifat agresif, aktif dan
eksentrik.Pengaruh warna ini di psikologi adalah berkemauan keras, penuh
energi, jantan dan mendominasi.
Di China
warna merah memiliki banyak makna. Warna ini merupakan warna eye-catching,
keseriusan, khidmat, kegembiraan dan keberuntungan.
2. Merah jambu
Warna ini
melambangkan keromantisan, kelembutan, kasih sayang, cinta dan feminim. Warna
merah jambu memiliki sifat menuntut di kepasrahan, menggemaskan dan lucu.
Meskipun menyiratkan sesuatu yang lembut dan menenangkan namun membuat kurang
bersemangat dan melemahkan energi.
3. Biru
Warna ini
melambangkan ketenangan sempurna serta memberikan kesan tenang dan stabil.
Warna biru tua menyiratkan perasaan yang mendi. Bersifat cerdas, kooperatif,
perasa, dan konsentrasi. Warna biru muda melambangkan cita-cita. Mempunyai
sifat bertahan, protektif serta teguh pikiran. Warna ini memberikan pengaruh
teguh pendirian, keras kepala, serta bangga diri. Respon psikologi pada warna
ini adalah kepercayaan, keamanan, kebersihan, keteraturan, konservatif dan
teknologi.
4. Kuning
Melambangkan
imajinasi, kegembiraan, dan muda. Warna ini meningkatkan konsentrasi serta
melambangkan persahabatan. Mempunyai sifat santai dan leluasa. Meskipun
berubah-ubah namun penuh harapan dan semangat.
5. Hijau
Memiliki
arti kesejukan, kekerasan hati, ketabahan, kesehatan serta keinginan. Memiliki
kepribadian keras dan berkuasa. Warna ini meningkatkan perasaan bangga dan
superior dari yang lain. Respon psikologi warna ini adalah alami, sehat,
keberuntungan serta pembaharuan.
Di
masyarakat Eropa, warna ini merupakan warna yang biasa melambangkan alam, namun
di Timur Tengah warna ini dimaknai sebagai lambang kesuburan, terutama bagi
umat Islam, warna ini adalah warna surga yang disukai.
6. Abu-abu
Warna ini
cenderung netral, menunjukkan arti warna yang serius dan merupakan warna dari
alam yang permanen. Respon psikologi warna ini adalah intelek, masa depan,
kesederhanaan dan kesedihan.
7. Hitam
Memiliki
makna elegan, kuat, kehampaan, kematian, kegelapan, kepunahan, binasa,
kerusakan dan kehidupan yang terhenti. Warna ini melambangkan duka dan murung.
Di sisi lain hitam mengesankan klasik, dan abadi.
8. Coklat
Memiliki
kesan pesimis, kurang toleran, dan suka merebut.Respon psikologinya meliputi
tanah, bumi, daya tahan, kenyamanan.
9. Ungu
Memberi
kesan mendi, peka, erotis, dan intim. Bersifat kurang teliti namun penuh
harapan. Respon psikologi yang diberikan adalah bangsawan, keangkuhan,
transformasi, spiritual, misteri dan kekasaran.
10.
Putih
Memberi kesan kesucian,
bersih, jujur, sederhana, baik dan netral. Warna ini melambangkan malaikat dan
tim medis, akan tetapi juga bermakna kematian karena berkonotasi kehampaan,
kain kafan dan hantu.